Tema Pameran


TEMA PAMERAN:
"Rumah Bernama Bandung"



PENDAHULUAN

Barangkali salah satu cara terbaik memaparkan tentang apa itu rumah adalah, bukan lagi sekedar berpegang pada pemilahan ruang publik-ruang privat, melainkan ruang tempat kita tidak perlu menjelaskan tentang diri kita. Pembicaraan mengenai “siapa nama”, “apa pekerjaannya”, dan lain-lain merupakan percakapan basa-basi yang sangat biasa mengenai diri. Di rumah, lazimnya, semua penghuni tahu tentang diri kita.

Dengan demikian, frasa “Rumah Bernama Bandung”, menyejajarkan dua hal yang bertentangan: ruang di mana kita dikenali, dengan ruang di mana kita perlu terus-menerus mengekspresikan diri kita. Kenapa ekspresi diri perlu terus diupayakan?

Kota merupakan entitas yang apa boleh buat telah kadung jadi tolok ukur kemajuan. Kini adalah masa segala sesuatu diukur dari kota. Sekedar menyebut beberapa contoh: jalanan yang membentang kesana-kemari, keramaian kendaraan bermotor, dan terutama adalah maraknya pusat-pusat perbelanjaan, merupakan tanda-tanda yang diyakini sebagai kemajuan (kota). Semua itu adalah ruang yang ramai. Ruang di mana kita berada di antara orang-orang asing dan ruang yang tidak privat sifatnya.

Perkembangan di ruang-ruang publik tentu tidak disandarkan pada pertimbangan-pertimbangan personal, melainkan pada pertimbangan yang “besar”. Pengaturan hajat hidup orang banyak dan kepentingan kapital adalah hal-hal besar itu. Maka perubahan di ruang-ruang publik selalu bergerak secara impersonal.

Sederhananya begini: pernahkah Anda merasa terasing di suatu ruas jalan, karena tiba-tiba ada perubahan besar di sana (munculnya gedung baru, atau tata ruang yang berubah total)? Siapa yang ingat, bahwa dulu, sebelum ada mall Paris Van Java (PVJ), ruang itu merupakan perumahan dan lapangan yang sederhana dan terbuka? Perubahan yang “besar”, mendadak, dan impersonal semacam ini tidak lazim terjadi di rumah, tapi sangat lazim terjadi di kota.  

Sebuah kota adalah kumpulan ruang-ruang publik yang bergerak secara impersonal dan bersandar pada kepentingan-kepentingan “besar”, berpadu dengan ruang-ruang privat yang bersandar pada kepentingan “kecil” dan personal. Di kota, orang-orang berkerumun, saling asing satu sama lain, sekaligus saling merasa berada bersama. Di kota, ruang-ruang privat ditata “se-individual” mungkin, sekaligus diharuskan memperhitungkan kepentingan bersama.

Sesungguhnya di dalam ruang privat pun kita berkembang, berubah, dan terus merumuskan diri kita sendiri. Di ruang privat, perkembangan ini berlangsung dengan cara yang, katakanlah, “alamiah”. Di kota, sebaliknya, diri kita akan berada di antara berbagai hal dari luar diri, dan dengan begitu, ekpresi diri terus-menerus dinegosiasikan dengan berbagai ihwal impersonal. Dengan kata lain, kebutuhan untuk menyatakan diri yang personal terus menerus berdampingan dengan kenyataan bahwa kita berada bersama dengan orang-orang dan faktor-faktor lain. Kepentingan pribadi dan kepentingan umum selalu berdampingan. Keunikan individual selalu berhadapan dengan keragaman komunal.



TENTANG BANDUNG

Kegiatan pameran bertajuk “Rumah Bernama Bandung” ini mengundang mahasiswa-mahasiswa seni rupa di Bandung untuk berkarya mengenai kotanya. Bandung dalam hal ini dipandang sebagai rumah bersama, di mana masing-masing subjek punya sudut pandang pribadi sekaligus terus-menerus menegosiasikan sudut pandang tersebut di ruang bersama lengkap dengan keragaman perspektifnya.

Pameran ini diharapkan dapat menjaring berbagai tafsir mengenai kota (Bandung) dalam pengertian sebagai ruang tempat hidup bersama, ruang tempat berpijaknya harapan akan kehidupan yang layak, juga ruang tempat ekspresi individual sekaligus kolektif bernaung.  

Curator: Heru Hikayat